ALTRUISME PADA RELAWAN MAHASISWA

|| || ,,,,,,,,, || Leave a komentar

ALTRUISME PADA RELAWAN MAHASISWA
Seiring dengan kemajuan teknologi dan komunikasi pada saat ini semakin banyak individu yang mementingkan dirinya sendiri atau berkurangnya rasa tolong menolong antara sesama. Globalisasi juga berperan membuat hubungan antar sesama manusia menjadi semakin rumit. Kerumitan ini dapat menciptakan stress dan kekerasan-kekerasan yang kadang-kadang disebabkan oleh hal-hal sepele dan aneh. Semakin berkembangnya aktivitas pada setiap orang, maka akan semakin sibuk dengan urusannya sendiri, yang memunculkan sifat atau sikap individualisme yang menjadi ciri manusia modern. Akankan budaya tolong menolong ini akan punah seiring dengan kemajuan peradaban dunia? Padahal sebagai makhluk sosial, manusia sudah ditakdirkan untuk selalu membutuhkan orang lain.
           Perilaku menolong yang mungkin diberikan kepada orang lain sangat bermacam-macam jenisnya. Ada yang disebut dengan Altruisme yaitu tindakan sukarela untuk membantu orang lain tanpa pamrih, atau ingin sekedar beramal baik, dimana tindakan yang akan digolongkan sebagai tindakan altruistik ini tergantung dari niat si penolong. Ada juga tindakan Prososial yaitu tindakan menolong orang lain yang terlepas dari motif si penolong.
            Perilaku menolong ini sangat nampak ketika pada tahun 2010 yang lalu terjadi bencana alam di Indonesia, lebih tepatnya di daerah Yogyakarta, yaitu meletusnya Gunung Merapi yang menimbulkan terjadinya pengungsian besar-besaran dari daerah yang terkena dampak letusan ke daerah yang lebih aman bagi pengungsi. Banyak sekali masyarakat di Indonesia yang serta merta ingin membantu para pengungsi, entah itu berupa bantuan logistik maupun bantuan berupa upaya terjun langsung ke lokasi pengungsian dengan menjadi relawan.
            Dari sekian banyak elemen masyarakat di Indonesia, ada juga bantuan yang datang dari mahasiswa dengan terjun langsung sebagai relawan. Salah satu universitas yang menerjunkan mahasiswanya untuk menjadi relawan adalah Universitas Muhammadiyah Surakarta. Kegiatan relawan di Universitas Muhammadiyah Surakarta ini tampak pada beberapa UKM yang bergerak di pecinta alam. Sebagai contoh adalah MALIMPA atau Mahasiswa Muslim Pecinta Alam.
            Aktivitas sukarelawan yang dilakukan oleh masing-masing UKM sendiri beraneka ragam. Salah satu anggota MALIMPA, yaitu Dian Pradita dari fakultas KIP Akuntansi menjelaskan bahwa semenjak dia bergabung dalam MALIMPA ini, sudah delapan kali terjun dalam aktivitas sukarelawan. Peristiwa yang melibatkan Dian dalam aktivitas sukarelawan ini antara lain ketika bencana alam gempa bumi di Padang, Sumatera Barat dan bencana alam meletusnya Gunung Merapi tahun 2010 yang lalu. Selain itu bencana-bencana alam yang lain adalah ketika musibah banjir di sekitar Surakarta yang sering terjadi ketika musim penghujan tiba. Aktivitas sukarelawan yang dilakukan oleh MALIMPA seringkali dilakukan secara spontan, artinya ketika mendapatkan informasi tentang suatu bencana, mereka langsung menginformasikannya kepada seluruh anggota, setelah itu mereka semua berkumpul untuk membicarakan mengenai bantuan yang akan diberikan. Jika musibah yang terjadi berlangsung lama, maka akan terjadi koordinasi yang dipimpin langsung dari pusat UMS yang akan diteruskan ke masing-masing fakultas.
            Yusuf Usman, anggota dari UKM pecinta alam Rechta di Fakultas Hukum mengatakan bahwa aktivitas sukarelawan yang telah ia jalani semenjak masuk di unit kegiatan mahasiswa ini ada beberapa kali, yaitu ketika bencana alam di Merapi, kemudian banjir di Sragen dan di Bengawan Solo dan peristiwa hilangnya seorang pendaki di Gunung Lawu. Ketika melakukan aktivitas sukarelawan, Yusuf mengatakan bahwa awalnya akan diadakan koordinasi dari ketua untuk membicarakan mengenai bantuan dan mengenai siapa saja anggota yang dapat ikut serta dalam kegiatan sukarelawan tersebut.
            Aktivitas sukarelawan lain dilakukan oleh UKM Psychopala, yang diketuai oleh Hasan. Se
menjak Hasan menjadi ketua UKM ini, telah beberapa kali melakukan kegiatan sebagai seorang relawan, yaitu ketika bencana alam gunung meletus di gunung Merapi dan ketika bencana banjir di Solo Baru. Hasan mengatakan bahwa untuk melakukan aktivitas sukarelawan ini, terlebih dahulu diakukan koordinasi untuk memutuskan apakah tim dari Psychopala ini akan bekerjasama dengan tim dari universitas atau akan bergerak secara intern (hanya tim dari Psychopala).
            Dilihat dari statusnya, mahasiswa merupakan seseorang yang masih memiliki kewajiban-kewajiban yang dipikul sehingga terkadang, ketika mereka terjun sebagai relawan maka tidak jarang akan mempengaruhi atau malah meninggalkan kewajiban-kewajiban meraka. Sebenarnya apa yang melandasi mereka, para relawan mahasiswa ini untuk ikut terjun sebagai relawan? Dari penelitian yang telah saya lakukan, maka diperoleh beberapa motif yang melandasi para mahasiswa yang terjun sebagai relawan. Antara lain:
1.      Altruisme pada relawan mahasiswa terjadi akibat adanya suatu proses sebagai berikut:
a        Empati ,yaitu ketika mereka mendengar bahwa telah terjadi bencana, maka mereka merasakan suatu perasaan sedih dan terharu karena mereka membayangkan bagaimana jika merekalah yang menjadi korban dari bencana itu.
b        Setelah mereka merasakan adanya empati terhadap para korban, mereka mempunyai keinginan untuk memberikan bantuan dengan terjun langsung sebagai relawan di lokasi bencana tersebut. Bantuan yang mereka berikan antara lain berupa logistik, tenaga dan alat-alat pencarian korban.
c         Pada saat mereka terjun, banyak sekali kepentingan pribadi yang mereka korbankan seperti, mereka berada di lokasi bencana dalam waktu yang tidak ditentukan, padahal pasa saat itu mereka masih dalam masa ujian tengah semester, selain itu mereka meninggalkan masa perkuliahan yang aktif, sehingga mereka ketinggalan materi perkuliahan pada saat itu. Hal tersebut dilakukan semata-mata untuk meringankan beban para korban yang mereka tolong.
2.      Faktor yang mempengaruhi altruisme pada mahasiswa yang menjadi relawan adalah nilai moral, faktor tanggung jawab serta adanya norma timbal balik.
Dari dua penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa para mahasiswa yang memutuskan untuk terjun sebagai relawan, mereka memang hanya mempunyai motif untuk meringankan beban atau penderitaan orang lain. Dengan demikian, walaupun perkembangan dunia semakin pesat, hal ini tidak akan menghilangkan budaya menolong orang lain, karena manusia memang ditakdirkan untuk saling membutuhkan.
Menjadi Relawan
Relawan bencana sangatlah dibutuhkan dalam sebuah bencana, baik dalam bencana skala kecil maupun bencana skala besar. Menjadi seorang relawan itu sangatlah mudah, tinggal bagaimana kita sendiri menyikapinya. Untuk menjadi seorang relawan ada beberapa hal yang harus dilakukan, antara lain:
1.      Mempersiapkan diri sendiri dahulu sebelum menolong, baik secara fisik dan mental.
2.      Memiliki keterampilan untuk bisa menolong korban yang luka dan melengkapi diri Anda dengan alat-alat P3K.
3.      Mencoba bergabung dengan relawan yang lain dan saling tukar pikiran cara-cara menolong korban.
4.      Harus bisa disiplin dan bisa bekerja sama antar relawan yang satu dengan yang lain.
5.      Hilangkan keegoisan.
6.      Bersunggung-sungguh.
7.      Ikhlas dalam menolong korban tanpa mengharapkan suatu imbalan.
Nah dari uraian di atas bukankah mudah bagi kita untuk menjadi seorang relawan.

Penulis : Hapsari, Monica Mundi (2011) Altruisme pada Relawan Mahasiswa Skripsi, Thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta