Sarasehan Pecinta Alam

|| || || Leave a komentar
Tahun 1991. Pemerintah menjadikan sektor pariwisata sebagai salah satu sektor -- diluar Minyak dan Gas -- sebagai salah satu pilar penopang ekonomi Nasional. Program ini kemudian dikenal sebagai, Tahun Kunjungan Wisata. Atau Visit Indonesia Year 1991. Disingkat , (VIY 91). Dimana-mana, disegala penjuru tanah air, objek wisata dibangun. Namun dibalik proyek besar, yang melibatkan semua lapisan masyarakat tersebut, acapkali berbenturan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan dan pelestarian alam. Atasa nama VIY 91. Justru hutan bergundulan. Sungai tercemar. Hewan langka jadi souvenir. Situs purbakala banyak yang tambah merana. Jika suasana saling tabrak tetap berlangsung, VIY 91. Pasti bakal jadi bumerang yang merugikan semuanya. Perlu ada solusi.
Itulah bagian kecil dari simpul besar pemikiran Malimpa, yang menjadi dasar menggelar sarasehan, “Sumbang Karya Pencinta Alam Dalam Pelestarian Alam Kaitannya Dengan VIY 91”.
Yang mengikuti sarasehan yang dimaksudkan sebagai peringatan Hari Jadi ke 12 Malimpa, sangat banyak. Gedung Puslitbang nyaris penuh. Peserta tak hanya datang dari lokal Surakarta. Banyak juga dari Semarang, Jogjakarta dan beberapa kota di wilayah Jawa Timur.
Pembicara di sarasehan ini, diantara adalah Kepala Kantor Departemen Pariwisata Jawa tengah. Serta beberapa narasumber lainnya, yang berkompeten dalam lingkungan hidup dan industri pariwisara,
Ternyata, insan pencinta alam mempunyai keprihatinan yang sama terhadap derita nestapa alam; yang terkena efek tak bagus VIY 91. Di forum ilmiah ini, insan pencinta alam banyak melontarkan usulan brilian yang sangat visioner, agar pariwisata tetap berjalan maju. Namun, tidak menabrak rambu kearifan lokal dan prinsip-prinsip pelestarian alam. Jika masukan ini dijalankan, VIY pastilah akan menguntungkan semua pihak.
Peserta sarasehan mengaku sangat puas pada forum ini. Bahkan, ketika acara usai, beberapa peserta, belum beranjak pulang. Mereka masih mengobrol antar sesame pencinta alam. Ditengah obrolan akrabnya, terdengar cerita kecil. Rupanya, waktu acara pembukaan tadi, banyak peserta sarasehan terkejut. Tak menyangka bakal menyaksikan pemandangan tak lazim.
Takala moderator menyampaikan, “Selanjutnya adalah sambutan Ketua Umum Malimpa”. Di benak peserta, yang akan tampil, pastilah pemuda harapan bangsa berpenampilan kurus dan kumal, yang bangga setengah mati karena tak mandi selama empat hari. Atau, pemuda harapan pemudi, yang kemudian pidato berapi-api dengan kosakata amburadul, serta sibuk menekankan perlunya pencinta alam sedunia bersatu padu, agar langit tak cepat runtuh.
Ternyata, yang ke depan adalah Puji Rusiani Yuliati, alias Puput. Seorang anggota Malimpa berjenis kelamin perempuan. Sahabat yang kami sayangi ini, maju bukan untuk mengelap podium. Dia yang akan memberikan sambutan, karena dialah Ketua Umumnya.
Penampilannya rapi. Kulitnya bersih. Pertanda dia rajin mandi. Nada bicaranya terjaga dan kosa katanya tertata baik. Tandanya, dia menguasasi masalah sarasehan. Di tengah sambutannya, Puput sesekali melontarkan humor segar, yang membuat suasana tambah meriah, sehingga tak satupun peserta yang kawatir langit bakal runtuh.
Sebenarnya bukan hanya peserta sasehan yang heran. Di lingkungan UMS banyak pula yang keheranan. Bahkan, beberapa civitas akademika menduga, Puput pastilah mahasiswi bersosok tomboy dan berpenampilan mirip ratu bandit. Namun, setelah melihat penampilan Puput, mereka justru tambah kaget. Penampilan Puput, mirip anak buah ratu bandit yang insyaf pun tidak.
Di mata orang banyak -- diluar Malimpa -- . memang dipandang dari segi apapun, Puput samasekali tak mencerminkan seorang pencinta alam. Wajah manisnya terkesan lugu, matanya yang bersinar indah, tak menampilkan kesan garang, penampilannya yang bersahaja serta rambutnya yang hanya diikat sederhana, membuat Puput lebih pantas jadi guru TK di sebuah desa pelosok pinggir kota, bukan seorang pencita alam.
Tetapi di mata anggota Malimpa, Puput adalah figur yang punya sederet pengalaman panjang di dunia pencinta alam. Ia seorang pemberani. Kepribadiannya tangguh. Tak pernah menyerah menghadapi terjalnya dinding tebing dan medan sulit di gunung. Puput juga tak pernah surut menghadapi hujan badai disertai petir yang menyambar-nyambar.
Jangan pula menantangnya makan hewan apa saja di pinggir laut. Puput dengan tangkas akan menyambar udang mati terkena limbah industri, lalu mengunyahnya menjadi makanan siap saji yang lezat. Anggota ekspedisi pantai utara, telah membuktikannya.