MILAD MALIMPA ke 13

|| || || Leave a komentar
Khusus memperingati hari jadi Malimpa yang ke 13. Malimpa periode ini tetap melaksanakan wasiat 3 generasi terdahulu, “ Wajib melaksanakan tiga kegiatan sekaligus, yang salah satunya harus tumpengan”. Berdasarkan mantra sakti itulah, “13 Tahun Malimpa” diisi acara Reuni, Tumpengan, Serta Ekspedisi Jalur 13.
Sedangkan dalam rangka memeriahkan hari Lingkungan Hidup se-Dunia, Malimpa mengadakan acara tanam pohon buah di kampus UMS dan sekitarnya. Lalu, dilanjutkan dengan mengirim tim kecil beranggotakan Habib, Nana, Budi Bodrex Ekonomi dan aku sendiri, mendaki gunung Semeru (3672 m) di Jawa Timur. Tim campuran ini, melalui jalur normal Ranu Pane. Bermalam di Ranu Kumbolo, lalu di Kalimati. Diniharinya, dilanjutkan ke puncak Semeru. Yaitu, Mahameru dan Jonggring Saloka.
Kegiatan yang dimaksudkan sebagai proyek pertama pendakian Malimpa ke gunung di luar Jateng ini, tidak saja berhasil mengibarkan bendera Malimpa di puncak gunung tertinggi di P. Jawa. Tetapi, berhasil juga mengantar Nana menjadi anggota putri Malimpa pertama, yang berhasil ke puncak Semeru.
Reuni yang Bersahaja
Reuni dilaksanakan 25 Mei 1992 siang, sedangkan tumpengan malamnya. Acara reuni yang dimaksudkan sebagai jembatan silaturrahmi antara anggota Malimpa, yang berstatus mahasiswa dengan anggota Malimpa generasi terdahulu, berlangsung bersahaja. Dengan reuni ini, anggota Malimpa generasi terkini, dapat berjumpa langsung dengan semua kakaknya. Yang selama ini hanya dikenal melalui photo dan kisah perjuangan luar biasanya mengibarkan bendera Malimpa “tempoe doeloe’. Sang kakak pun menjadi tahu bahwa, prestasi Malimpa tetap terjaga. Cita-cita dan semangat mereka, tetap digelorakan
Acara yang dihadiri sekitar 50 anggota Malimpa dari berbagai generasi tersebut, disisi lain, juga menjadi katup pelepas rindu antara kakak kami tersebut. Karena sejak meninggalkan UMS. Mereka jarang bertemu. Bahkan, tak sedikit diantaranya yang “kehilangan jejak”. Melalui reuni ini, komunikasi yang putus, dijalin kembali.
Yang lebih membahagiakan, dalam reuni ini banyak diatara kakak kami yang membawa keluarga bahagianya. Anak-anak mereka – keponakan Malimpa – langsung akrab. Walaupun baru bererapa menit bertemu. Tampaknya, mereka mewarisi sifat orang tuanya yang anggota Malimpa, gampang arab dengan siapapun. Mereka bermain-main di sela-sela acara reuni. Tetapi, tak seorang pun yang merasa terganggu.
Sayangnya, kakak kami tersebut -- karena kesibukannya -- tak dapat menghadiri acara tumpengan 13 tahun Malimpa. Kami -- adiknya -- mengerti dan sangat memakluminya. “Sampai jumpa kak”.
Jalur 13
Jurang Jumo, Gondosuli, Kec. Tawangmangu. Kab. Karang Anyar. Terpilih sebagai lokasi “Ekspedisi Jalur 13”, dengan pertimbangan bahwa, di lokasi tersebut, belum pernah ada kelompok pencinta alam dari manapun, yang menggelar ekspedisi pembuatan jalur baru panjat tebing. Sementara, tebing yang menjadi dinding Jurang Jumo, mempunyai tingkat kesulitan yang ideal sebagai lokasi membuat jalur baru, karena, jenis batunya adalah Andesit. Batu jenis ini sangat keras. Sangat susah dipasang paku tebing. Batu berwarna hitam berbentuk lempeng-lempeng tersebut, berpermukaan mulus dan tak ada tonjolan ataupun lubang-lubang kecil. Hanya terdapat rekahan-rekanan, yang jumlahnya pun tak seberapa.. Tingkat kemiringan Jurang Jumo, juga meyakinkan. Mulai 80 hingga tegak lurus 90 derajat.
Pertimbangan lainnya, Jurang Jumo merupakan lokasi inti Pendidikan Dasar Malimpa. Sehingga hasil ekspedisi ini, dapat dijadikan sebagai, “jalur percontohan”, kepada calon anggota baru Malimpa.
Dari segi biaya, ekspedisi ini tidak menelan biaya yang terlalu besar, karena disamping lokasinya gampang dijangkau, peralatan Malimpa yang akan digunakan dalam ekpedisi, sudah memadai. Ekspedisi ini hanya membutuhkan paku tebing baru, serta beberapa peralatan kecil lainnya, yang harganya tak terlalu tinggi.
Yang dipercaya melaksanakan “Ekspedisi Jalur 13”, adalah Ipunk dan Genter. Bersama mereka, disertakan pula tiga generasi muda penuh potensi., yaitu, Khabib, Ardian dan Zulfahmi.
Terpilihnya Ipunk sebagai skuad inti ekspedisi ini, memang sudah diperkirakan banyak orang. Karena alumni Diklatsar V ini, mempunyai kemampuan panjatnya yang mengagumkan. Ipunk memang adalah pendaki terbaik yang pernah dilahirkan Malimpa. Pengorbanannya untuk mengangkat harkat dan martabat panjat tebing Malimpa ke tingkat yang lebih tinggi, patut diacungi jempol. Sehingga tak berlebihan jika dikatakan, Mahasiswa FKIP ini -- bersama Genter -- adalah perintis kemajuan panjat tebing di Malimpa.
Ipunk telah mendatangi semua medan penting latihan panjat tebing di Jateng dan DIY. Ia pun telah berkali-kali mengikuti kejuaran panjat dinding. Hasilnya pun, tidak mengecewakan. Sisi menarik dari sahabat kami ini adalah, ia tak pernah pelit ilmu. Dengan segala kesabarannya, Ipunk selalu mengajarkan ilmu – teknis dan non teknis – panjat tebingnya, ke semua anggota Malimpa. Keberhasilan ekspedisi ini sangat bergantung kepadanya.
Sama seperti Ipunk, terpilihnya Genter di ekspedisi perdana Malimpa membuat jalur panjat, juga sudah diperkirakan banyak orang. Ditopang posturnya yang tinggi besar, serta betis yang kokoh dan jemari yang kuat. Genter sangat hebat di panjat tebing. Ia pun sudah mendatangi berbagai medan penting latihan panjat. Serta, telah berkali-kali mewakili Malimpa di kejuaran panjat dinding. Hasilnya pun tidak mengecewakan. Ekpedisi ini juga sangat bergantung kepadanya.
Tidak hanya panjat tebing yang ia kuasai. Berbagai jurusan kegiatan di Malimpa, ia tekuni dengan serius. Bahkan, menangani ular berbisa pun ia kuasai. Kemampuannya tersebut, membuat Alumni Diklatsar V ini, selalu terpilih menjadi moderator sekaligus asisten pawang ular yang mengisi materi ‘Penanggulanan Hewan Berbisa’, di setiap Diklatsar Malimpa.
Yang mengagumkan dari sahabat kami ini adalah, ia juga tak pelit ilmu. Bahkan, ia sengaja belajar berbagai ilmu pencinta alam, semata-mata agar dapat lebih banyak lagi, membagikan ilmunya kepada semua sahabatnya di Malimpa.
Disamping itu, Genter juga mempunyai kemampuan di bidang seni lukis. Namun, karena kesibukannya di Malimpa, kemampuannya tersebut, belum berkembang maksimal. Sehingga, sampat saat ini, satu-satunya orang di dunia yang menjadi kolektior lukisannya , masih dirinya sendiri.
Sedangkan ketiga sahabat muda kami tadi, terpilih menjadi anggota “Ekspedisi Jalur 13”. Karena memang ketiganya sangat mumpuni dibidang ini. Khabib umpamanya. Alumni Diklatsar VIII. Sedari awal masuk Malimpa sudah menjukan bakat bagusnya di panjat tebing. Sehingga dalam waktu cepat – dibawah bimbingan Ipunk dan Genter – Khabib telah menunjukan gaya panjat yang mempesona. Begitu halnya Zulfahmi dan Ardian. Kemampuannya di bidang ini, juga tak dapat dianggap remeh. Mereka juga telah mempunyai gaya panjat khasnya masing-masing
Disamping pertimbangan teknis diatas, pertimbangan lainnya adalah, ketiganya juga mempunyai kemampuan bersifat keilmuan yang dibutuhkan untuk mensuksesan kegiatan ini. Khabib dan Ardian yang dari Georafi umpamanya. Mereka berdua menguasai pengetahuan bebatuan tebing. Pandai membaca gejala-gejala alam. Mengerti pergerakan angin dan -- tentu saja -- mengetahui, kapan hujan deras akan turun.
Ilmu Zulfahmi di bidang akuntansi, yang ia kuasai dengan baik, juga sangat membantu. Dengan kelebihannya tersebut, diharapkan tim ekspedisi ini, dapat membuat laporan akhir yang sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku di dunia internasional.
Akhirnya, seperti yang diduga. Ekspedisi yang memakai teknis panjat artificial – gaya memanjat dari bawah dan tanpa pengaman dari atas – berhasil dengan baik Bahkan lebih cepat dua hari dari target yang digariskan. Jalur ini kemudian dinamakan “Jalur 13”.
Keberhasilan Malimpa membuat jalur baru, mendapat apresiasi yang baik dari UMS. Sabtu, 23 Mei 1992. PR. III UMS. Yang mewakili UMS. Mengunjungi anggota “Ekspedisi Jalur 13”, di lokasi ekspedisi Jurang Jumo. Dalam kesempatan ini -- Ipunk mewakili rekannya -- menunjukan kemampuannya dengan memanjat habis Jalur 13, dalam waktu cepat dengan gaya yang mempesona. PR II UMS. Terkagum-kagum dibuatnya.
Keberhasilan membuat jalur baru setinggi 57 m. Membuat prestasi Malimpa kian lengkap. Kala itu, jagat raya pencinta alam sedang kerasukan hebat panjat tebing dan dinding. Sehingga, lomba panjat tebing muncul dimana-mana, penontonnya pun ramai. Tebing-tebing di segala pelosok daerah laku dipanjati -- tentu saja -- oleh pemanjatnya. Namun, dari semua demam itu, ekspedisi pembuatan jalur barulah yang menempati kasta tertingginya. Sebab, tak sembarang pihak bisa melakukannya.
Ekspedisi semacam ini, membutuhkan perhitungan cermat. Waktu yang tepat. Peralatan yang baik. Fisik yang prima. Serta kemampuan panjat level tinggi. Faktor inilah yang membuat ekspedisi pembuatan ajlur baru, sangat jarang digelar. Masih sebatas kelompok-kelompok besar dan terkenal saja.
Keberhasilan Malimpa menggelar “Ekspedisi Jalur 13”, yang dilaksanakan pada 20-24 Mei 1992 tersebut. Juga bukanlah proses sekali jadi. Melainkan telah melalui proses panjang yang dimulai dari, “Celah bukit berhantu” di era Achmad Sumedi. Pengalaman tersebut kemudian diperlebar oleh dinding “Kanan kiri oke”, di jaman Toni. Lantas, ditinggikan oleh dinding panjat berbahan barang “temuan”, di masa kepemimpinan Puput.
Itupun masih ditambah latihan di gunung Botak Wonogiri. Telogo Delingo Klaten. Tebing di pantai Selatan Jogja. Serta jembatan Bengawan Solo dan bergelantungan di pohon-pohon besar di komplek pekuburan Makam Haji.
Jadi, Jalur 13 adalah puncak dari semua proses panjang tersebut.